Penggabungan Madzhab (TALFIK) (part 2)

TALFIK YANG  TIDAK DI PERBOLEHKAN.
Tidak semua talfik diperbolehkan oleh ulama', namun ada juga talfik yang diharamkan karena adakalanya hal itu di sebabakan oleh talfik itu sendiri seperti halnya ketika talfik yang menghalalkan sesuatu yang sudah jelas keharamannya semisal menghalalkan minuman keras dan sebagainya, dan bisa disebabkan oleh sebagian sisi saja yang mana hal ini ada tiga macam[1]:
1.    Mengambil pendapat sesuai kehendak hatinya dengan mengikuti hawa nafsunya, tanpa adanya Udzur syar'ey. hal ini di haramkan dikarenakan takut menyebabkan suatu kerusakan yaitu dengan menghilangkan pembebanan (taklif) dalam syara'. Al Ghazali dengan jelas mengakatan hal ini dalam mustasfa nya[2].
2.    Talfik yang menyebabkan terhadap pembangkangan terhadap Hakim karena hukum hakim menghilangkan Kekhilafan antara ulama' disebabkan takutnya terjadi kekacauan seperti yang sering terjadi di negeri kita selama ini.
3.    Talfik yang menyebabkan terhadap batalnya sebuah pekerjakan yang di lakukan secara Taqlid.
4.    Talfik yang menyebabkan sebuah pertentangan dengan Ijma' yang wajib baginya di ikuti.


PANDANGAN PENULIS TENTANG TALFIK.
Sebagaimana yang telah penulis teliti dari sebagian buku-buku yang menjelaskan tentang talfik  penulis merasa perlu sedikit berpendapat dalam masalah ini, menurut pandangan penulis sendiri tidak ada dalil yang yang menguatkan pandangan ulama' yang melarang adanya talfik, baik dari 'Aqli atau pun Naqli, bahkan para pendiri madzhab pun tidak pernah melarang orang yang menganut madzhabnya bertanya pada mujtahid lain, adapun pendapat yang mengatakan bahwa jika kita menanyakan hal itu pada imam Al-madzhab tidak akan ada yang mengatakan kesahan ibadah orang yang talfik masih perlu di klarifikasi ulang, karena dalam pandangan penulis bisa saja sang imam tidak berkata demikian namun ia akan berkata ''Jika kamu mau mengikuti pendapatku maka ibadahmu tidak sah akan tetapi jika kamu mau mengikuti pendapat si fulan maka ibadahmu bisa di katakan sah'' sedangkan  Al-Qur'an sendiri sudah jelas menyuruh kita untuk bertanya pada orang yang ahli tanpa memilah-milah orang yang akan kita tanyakan, sehingga Al-Qur'an sendiri tidak pernah mengenal adanya talfik. Dalam diri  penulis berpendapat selama talfik tidak bertentangan dengan ijma' maka hukumnya tetap boleh.
Dan yang perlu diingat, bahwa Taqlid dan Ijtihad  tidak bisa di bedakan, karena keduanya sama-sama mengambil pendapat dari Kitab dan Sunnah, letak perbedaan dari kedunyanya hanyalah dalam masalah perantara, jika mujtahid memahaminya langsung dari Kitab dan Sunnah sedangkan Muqollid memahaminya melalui perantara Mujtahid, maka ketika dalam Ijtihad diperbolehkan adanya talfik lantas mengapa dalam taqlid tidak diperbolehkan?
Akan tetapi penulis setuju dengan pendapat yang melarang adanya talfik ketika dimungkinkan adanya unsur menganggap enteng dalam mengambil sebuah hukum seperti yang sudah penulis sampaikan di atas, dan itu pun bukan karena talfiknya sendiri namun karena ada unsur lain sehingga menyebabkan ke tidak bolehannya talfik itu sendiri.

PENUTUP.
Dari uraian singkat di atas dapat di ambil benang merah bahwa talfik bisa di legalkan ketika tidak memecahkan konsolidasi syari'ah dan praktek politik dan hikmah-hikmah  syara' terutama dalam masalah Hiyal Al Syar'iah yang dilarang oleh agama. Namun ketika malah menguatkan terhadap Konsolidasi syara' maka hal ini jelas di perbolehkan.
Demikianlah kesimpulan yang dapat penulis berikan pada mekalah ini dengan harapan bisa bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca. Berhubungan dengan singkatnya waktu maka penulis berharap agar para pembaca bisa tidak merasa cukup dengan ma’lumat yang sederhana ini. Saya berharap agar masalah ini terus diteliti dan di bahas dengan lebih seksama.

Oleh: Mu'tazim Faurok Muhyidin*


Penulis adalah mahasiswa semester lima fakultas Syare’a universitas Al-Ahgaff, beliau sekarang menjabat sebagai ketua departemen pendidikan AMI Al-Ahgaff priode 2011-2012 M.





[1]Rosmu Al Mufti juz 1 hal;76,Al Ihkam fi Tamyizi Al FAtawi Hal:79,Fatawa Syekh 'Ulaisy Juz 1 Hal;68-71.
[2]Al Mustasfa Juz 2 Hal:125

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »